BAB I
PENDAHULUAN
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian
dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu
pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan
belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
yang cukup besar.
Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan
kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing
maupun dalam Rupiah. Termasuk dalam pengertian pinjaman luar negeri adalah
pinjaman dalam negeri yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap
pihak luar negeri. Pinjaman luar negeri yang diterima
Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap pembiayaan
pembangunan, disamping sumber pembiayaan
yang berasal dari dalam negeri berupa hasil
perdagangan luar negeri, penerimaan pajak
dan tabungan baik tabungan masyarakat dan
sektor swasta. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi
negara-negara berkembang termasuk
Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Singkat Utang Pemerintah Indonesia
Eksploitasi
sumber-sumber agraria perusahaan-perusahaan transnasional Amerika di Indonesia,
telah berlangsung semenjak periode sejarah penjajahan hingga sekarang. Untuk
kepentingan itulah, Amerika Serikat senantiasa melakukan intervensi politik dan
militer terhadap perkembangan situasi di Indonesia semenjak masa Perang
Revolusi Kemerdekaan Nasional Indonesia di tahun 1945 hingga sekarang.
Dengan
difasilitasi pemerintahan koloniali Hindia-Belanda, terutama setelah
diberlakukannya Agrarische Wet pada tanggal 9 April 1870, perusahaan-perusahaan
transnasional Amerika seperti Caltex (California Texas Oil Corporation), pada
tahun 1920-an telah meneguk laba di tengah kemelaratan rakyat Indonesia di
bawah penindasan kolonialisme Belanda.
Untuk
itulah paska proklamasi kemerdekaan Indonesia, Amerika merestui
bahkan – kendaraan dan seragam serdadu Belanda bertuliskan US Marines – invasi
militer Belanda. Namun kemudian untuk menghindarkan wilayah-wilayah eksplorasi
perusahaan-perusahaan transnasional Amerika terkena taktik bumi hangus dari
kekuatan-kekuatan pemuda revolusioner bersenjata, Amerika memfasilitasi
perundingan Indonesia-Belanda. Dan lewat Konferensi Meja Bundar di Den Haag
Belanda tahun 1949, wakil Amerika Serikat, Merle Cohran, sebagai moderator,
memihak Belanda dan menuntut dua hal dari Indonesia. Cohran memaksa Indonesia menanggung hutang Hindia Belanda sebesar 1,13
miliar dollar Amerika. Sekitar 70 persen dari jumlah itu adalah hutang
pemerintah kolonial, yang 42 persennya merupakan biaya operasi militer dalam
menghadapi revolusi pemuda Indonesia. Indonesia juga harus bersetuju
semua investasi Belanda (dan pihak asing lainnya) di Indonesia akan dilindungi,
tadinya Indonesia dijanjikan akan mendapat bantuan yang cukup besar dari
Amerika Serikat untuk melunasi beban hutang tersebut terbukti kosong belaka
ketika ternyata yang diberikan hanya 100 juta dolar Amerika dalam bentuk kredit
ekspor-impor yang harus dibayar kembali. Namun, dalam dalam konteks kedaulatan
nasional, konsensi paling penting yang dipaksakan Cohran adalah setengah bagian
New Guinea (Irian Barat) yang secara geografis merupakan bagian Hindia-Belanda
yang tidak diserahkan kepada Indonesia karena akan dibicarakan kemudian oleh
Indonesia dan Belanda dalam waktu satu tahun.
2.2 Bentuk – Bentuk Pinjaman Luar Negeri
Bentuk pijaman luar negeri dapat dilihat dari dua aspek, antara lain :
1)
Sumber Dananya
Bila dilihat dari
suber dananya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi :
a) Pinjaman Multilateral
Yaitu
pinjaman yang berasaal dari badan-badan internasional, misalnya World Bank,
Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB).
b) Pinjaman Bilateral
Yaitu
pinjaman yang berasal dari negara-negara baik yang tergabung dalam CGI maupun
antar negara secara langsung (intergovernment).
c) Pinjaman Sindikasi
Yaitu
pinjaman yang diperoleh dari beberapa bank dan lembaga keuangan bukan bank
(LKBB) internasional. Pemberian pinjaman tersebut dikoordinir oleh satu
bank/LKBB yang bertindak sebagai sindication leader. Pinjaman ini
biasanya dalam jumlah besar dan bersifat komersial (commercial loan),
misalnya dengan tingkat suku bunga yang mengambang (floating rate).
Syarat-syarat pinjaman yang dituangkan dalam loan agreement merupakan
konsensus dan kesepakatan diantara para pemberi pinjaman.
2)
Segi Persyaratannya,
Bila dilihat dari segi persyaratannya,
pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi :
a) Pinjaman Lunak (Concessional Loan)
Yaitu
pinjaman luar negeri Pemerintah dalam rangka pembiayaan
proyek-proyek pembangunan. Pinjaman lunak biasanya diperoleh dari negara-negara
yang tergabung dalam kerangka CGI maupun non CGI. Pengertian dengan dana
sendiri atau dana pendampingan oleh Pemerintah RI. Fasilitas Kredit Ekspor dapat dalam bentuk Suppliers
Credit atau Buyers Credit.
Ø Buyers Credit adalah
pinjaman FKE yang diterima dari bank komersial atau lembaga keuangan bukan bank
luar negeri, dimana tujuan pinjaman tersebut adalah untuk pembelian barang dari
negara pemberi pinjaman.
Ø Suppliers Credit adalah
adalah pinjaman FKE yang diterima Pemerintah langsung dari pemasok barang (supplier)
di luar negeri kepada Pemerintah RI yang akan diberikan dalam bentuk barang
untuk keperluan proyek. Dapat diartikan bahwa dalam suppliers credit ini,
pihak yang menerima pinjaman adalah pihak pemasok barang.
b) Purchase Installment Sale Agreement (PISA)
Yaitu
pinjaman yang diberikan oleh perusahaan leasing untuk pembiayaan proyek
pembangunan tertentu yang dituangkan dalam bentuk persetujuan jual beli dengan
pembayaran angsuran. Besarnya pinjaman PISA adalah 100% dari nilai proyek.
c) Pinjaman Komersial (Commercial Loan)
Yaitu
pinjaman yang diterima dengan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan kondisi
pasar uang dan pasar modal internasional. Pinjaman ini lazim pula disebut cash
loan karena pinjaman diterima dalam bentuk uang tunai dan penggunaannya
lebih fleksibel atau tidak mengikat. Jumlah pinjaman komersial umumnya
berjumlah besar karena pemberi pinjaman berupa sindikasi yang anggotanya
terdiri atas perbankan dan lembaga-lembaga keuangan internasional.
Beberapa pertimbangan bagi Pemerintah
dalam menerima pinjaman komersial adalah:
Ø Mendukung penganekaregaman (diversifikasi) pinjaman atau
memperluas sumber pinjaman yaitu memperoleh pinjaman dari perbankan dan lembaga
keuangan bukan bank.
Ø Jumlah pinjaman relatif lebih besar dan tatacara
penarikannya lebih mudah.
Ø Penggunaan dana tidak terikat pada satu proyek tertentu
namun lebih flesibel, baik untuk diinvestasikan kembali, untuk membiayai proyek
atau untuk memperkuat cadangan devisa.
2.3 Masalah – Masalah Yang Disebabkan Terjadinya Utang
Luar Negeri
Beberapa
masalah yang timbul akibat terjadinya utang luar negeri, antara lain :
1) Banyak modal yang
dibutuhkan untuk membangun sarana dan prasarana.
Pemerintah merupakan penggerak utama perekonomian di sebagian
besar negara-negara yang sedang berkembang, oleh karena itu pemerintah
membutuhkan banyak modal untuk membangun berbagai prasarana dan sarana, namun kemampuan
financial atau keuangan yang dimiliki pemerintah masih terbatas atau kurang,
disinilah munculnya utang kepada luar negri.
2) Pemerintah Indonesia harus menambah
utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang
telah jatuh tempo.
3) Datangnya modal dari luar negeri.
Modal dari luar negeri dapat digunakan untuk mendukung
program pembangunan nasional pemerintah, sehingga target pertumbuhan ekonomi
nasional. Tetapi pada sisi lain, diterimanya modal asing tersebut dapat
menimbulkan berbagai masalah dalam jangka panjang, baik ekonomi maupun politik,
bahkan pada beberapa negara-negara yang sedang berkembang menjadi beban yang
seolah-olah tak terlepaskan, yang justru menyebabkan berkurangnya tingkat
kesejahteraan rakyatnya.
2.4 Usaha pemerintah Saat Ini Untuk Mengatasi Utang Luar
Negeri
Pemerintah sendiri terbagi menjadi dua yaitu kebijakan
pemerintah dalam ekonomi makro dan
dalam ekonomi mikro.
Ekonomi makro menganalisis masalah tentang keseluruhan kegiatan perekonomian
sedangkan ekonomi mikro menganalisis mengenai bagian – bagian kecil dari
keseluruhan kegiatan perekonomian.
1)
Permasalahan Ekonomi Makro
a) Masalah Kemiskinan dan Pemerataan
Dari segi distribusi pendapatan
nasional, penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan
banyak dimiliki kelompok yang berpenghasilan besar atau kelompok kaya
Indonesia. Upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan ini melalui
berbagai cara, misalnya program IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUK (Kredit Usaha
Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) PKT (Program Kawasan Terpadu),
GN-OTA dan program wajib belajar.
b) Krisis Nilai Tukar
Nilai tukar rupiah yang semula
dikaitkan dengan dolar AS secara tetap mulai diguncang spekulan yang
menyebabkan keguncangan pada perekonomian yang juga sangat tergantung pada
pinjaman luar negeri sektor swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar
ini dengan melakukan intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisa
yang semakin menyusut. Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang
mengambang bebas sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang
terkendali.
c) Masalah Utang Luar Negri
Depresiasi penurunan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing terutama dolar AS yang relatif tetap dari tahun ke
tahun menyebabkan sebagian besar utang luar negeri tidak dilindungi dengan
fasilitas lindung nilai (hedging) sehingga pada saat krisis nilai tukar terjadi
dalam sekejap nilai utang tersebut membengkak. Untuk mengatasi ini, pemerintah
melakukan penjadwalan ulang utang luar negeri dengan pihak peminjam. Pemerintah
juga menggandeng lembaga-lembaga keuangan Internasional untuk membantu
menyelesaikan masalah ini.
d) Masalah Perbankan dan Kredit Macet
Banyak usaha yang macet karena
meningkatnya beban utang mengakibatkan semakin banyaknya kredit yang macet
sehingga beberapa bank mengalami kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas
makin parah ketika sebagian masyarakat kehilangan kepercayaannya terhadap
sejumlah bank sehingga terjadi penarikan dana oleh masyarakat secara
besar-besaran (rush).
Oleh karena itu pemerintah memutuskan
untuk menyelamatkan bank-bank yang mengalami masalah likuiditas tersebut dengan
memberikan bantuan likuiditas. Namun untuk mengendalikan laju inflasi, bank
sentral harus menarik kembali uang tersebut melalui operasi pasar terbuka. Hal
ini dilakukan dengan meningkatkan suku bunga SBI.
e) Masalah Inflasi
Masalah inflasi yang terjadi di
Indonesia tidak terlepas kaitannya dengan masalah krisis nilai tukar rupiah dan
krisis perbankan yang selama ini terjadi.
Cara mengatasi inflasi dibedakan
menjadi dua bentuk yaitu :
Ø Kebijakan
Moneter
Yaitu segala kebijakan
pemerintah di bidang moneter (keuangan) yang dilakukan melalui Bank Indonesia
(bank sentral) dengan cara mengatur jumlah uang yang beredar. Melalui kebijakan
moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang
yang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus
mengendalikan inflasi.
Ø Kebijakan
Fiskal
Yaitu kebijakan
ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengolah / mengarahkan perekonomian ke
kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan
dan pengeluaran pemerintah.
f) Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
Berkurangnya daya serap lapangan kerja
berarti meningkatnya penduduk miskin dan tingkat pengangguran. Untuk menekan
angka pengangguran dan kemiskinan, pemerintah melakukan pelatihan bagi tenaga
kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja yang
tersedia, pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat padat karya,
pemberian informasi yang cepat mengenai lapangan kerja.
2)
Permasalahan Ekonomi Mikro
a) Masalah Harga Dasar dan Harga Tinggi
Pengaruh dari krisis ekonomi yang
melanda saat ini adalah melambungnya harga berbagai jenis barang yang di
butuhkan oleh produsen dan kosumen. Salah satu campur tangan pemerintah dalam permasalahan
ini ialah kebijakan pemerintah mengenai harga dasar (floor price) dan harga
tertinggi (ceiling price). Tujuan penentuan harga dasar adalah untuk membantu
produsen, sedangkan harga tertinggi untuk membantu konsumen.
b) Meningkatnya Permintaan Beras
Gagal panen akan menyebabkan
berkurangnya penawaran beras sehingga harga beras akan naik. Tingginya harga
beras akan menambah beban hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak
tetap. Untuk mengatasi pasokan beras ini, pemerintah melakukan program impor
beras melalui tender terhadap beberapa perusahaan swasta nasional dan asing.
c) Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Sehubungan dengan naiknya harga BBM,
para pengusaha angkutan umum mengalami penurunan pendapatan dan mengurangi laba
bagi pengusaha dan para sopir. Untuk menyesuaikan kenaikan harga BBM tersebut,
beberapa pengusaha angkutan umum menaikkan tarifnya secara sepihak. Tindakan
ini tentu saja akan memberatkan para konsumen pengguna jasa angkutan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, pemerintah bersama para asosiasi pengusaha angkutan
melakukan penyesuaian tarif angkutan umum dengan menetapkan tarif resmi bagi
para pengusaha bus kota, angkutan kota dan taksi. Besarnya tarif resmi ini
tentu tidak memberatkan konsumen atau juga tidak merugikan pengusaha angkutan
umum.
d) Masalah Monopoli
Praktik monopoli akan mengakibatkan
penguasaan pasar terhadap barang atau jasa tertentu yang dihasilkan oleh satu
perusahaan. Perusahaan yang melakukan praktik monopoli seringkali mempermainkan
dan menetapkan harga tanpa mempertimbangkan kelompok masyarakat yang memiliki
usaha sejenis. Hal seperti ini akan menghancurkan para pesaing. Untuk
menghindari kegiatan praktik monopoli, pemerintah membuat peraturan yang
mengatur tentang kegiatan usaha agar menumbuhkan iklim usaha yang sehat bagi
masyarakat, yaitu UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
e) Masalah Distribusi
Jalur distribusi barang dan jasa yang
panjang akan mengakibatkan tingkat harga barang menjadi tinggi dan mahal ketika
sampai ke tangan konsumen. Untuk itu, beberapa upaya telah dilakukan oleh
pemerintah atau swasta untuk memperpendek jalur distribusi sehingga harga
barang ketika sampai ke tangan konsumen tidak mahal.
2.5. Utang Luar Negeri dan Ekonomi Rakyat
Hubungan antara utang luar negri dengan
ekonomi rakyat cukup erat. Utang Indonesia yang semakin membengkak dan belum
dapat dibayarkan membuat bunga yang dihasilkan dari utang itu melebihi dari
nilai utang yang diterima oleh pemerintah. Pemerintah mencari cara agar utang
dengan luar negri dapat cepat terlunaskan, dan cara itu pun secara tidak
langsung dapat membuat rakyat sengsara. Misalnya dengan menaikkan harga BBM dan
harga bahan pokok. Dengan kenaikan harga-harga tersebut dapat meningkatkan
jumlah kemiskinan. Kemiskinan terjadi karena masyarakat tersebut tidak mampu
membeli bahan pokok yang harganya melonjak pesat.
2.6. Data Utang Luar negeri Indonesia
Data Utang Luar Negeri Indonesia (2001-2009 )
Ø 2001 : 58,791
miliar USD
Tambahan Utang (5,51 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga
(4,24 miliar USD)
Ø 2002 : 63,763
miliar USD
Tambahan Utang (5,65 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga
(4,57 miliar USD)
Ø 2003 : 68,914
miliar USD
Tambahan Utang (5,22
miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4.96 miliar USD)
Ø 2004 : 68,575
miliar USD
Tambahan Utang (2,60 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga
(5,22 miliar USD)
Ø 2005 : 63,094
miliar USD
Tambahan Utang (5,54
miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,63 miliar USD)
Ø 2006 : 62,02
miliar USD
Tambahan Utang (3,66
miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,79 miliar USD)
Ø 2007 : 62,25
miliar USD
Tambahan Utang (4.01 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga
(6,32 miliar USD)
Ø 2008 : 65,446
miliar USD
Tambahan Utang (3,89
miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,87 miliar USD)
Ø 2009*: 65,7 miliar USD
Tambahan Utang (????), cicilan utang + bunga (>5
miliar USD)
Daftar Negara/Lembaga Kreditor Utang Luar Negeri terbesar
Indonesia
Ø Jepang
45,5% atau 29.8
miliar USD* atau Rp 358 triliun
Ø ADB (Asian Development Bank)
16,4% atau 10.8 miliar
USD atau Rp 129 triliun
Ø World Bank (Bank Dunia)
13.6% atau 8.9
miliar USD atau Rp 107 triliun
Ø Jerman
4.7% atau 3.1
miliar USD atau Rp 37 triliun
Ø Amerika Serikat
3.7% atau 2.3
miliar USD atau Rp 28 triliun
Ø Inggris
1.7% atau 1.1
miliar USD atau Rp 13 triliun
Ø Negara/lembaga lain
14.6% atau 9.6
miliar USD atau Rp 115 triliun
* 1 USD = Rp
12.000 (asumsi rata-rata) -
BAB III
PENUTUP
Solusi yang dapat dijalankan untuk
mengatasi utang luar negeri
1) Meningkatkan daya beli masyarakat yakni melalui pemberdayaan
ekonomi pedesaan dan pemeberian modal usaha kecil seluasnya
2) Taat membayar pajak dan digunakan untuk hal yang semestinya
3) Menggunakan biaya seminim mungkin
4) Konsep bangunan yang tidak berlebihan
5) Bangga akan produk dalam negri sehingga minat pembeli tinggi
6) Mengembangkan sumber daya berkualitas dan menempatkan
kesejahteraan yang berkeadilan dan merata.
DAFTAR PUSTAKA
Kelas : 2KA24
Anggota Kelompok :
HOLISA MADAH IRMA DANI (13110327)
NURUL HUMAIRA (15110216)
RESHA PUTRI IRNIA
(15110763)
SEPTI
ARNITA (16110450)
SYIFAH PAUJIAH
(16110806)