Utang Luar Negeri
Kamis, 21 Juni 2012 by Septi Arnita in



BAB I
PENDAHULUAN

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar.

Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam Rupiah. Termasuk dalam pengertian pinjaman luar negeri adalah pinjaman dalam negeri yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri. Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan baik tabungan masyarakat dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri.


   

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Singkat Utang Pemerintah Indonesia
Eksploitasi sumber-sumber agraria perusahaan-perusahaan transnasional Amerika di Indonesia, telah berlangsung semenjak periode sejarah penjajahan hingga sekarang. Untuk kepentingan itulah, Amerika Serikat senantiasa melakukan intervensi politik dan militer terhadap perkembangan situasi di Indonesia semenjak masa Perang Revolusi Kemerdekaan Nasional Indonesia di tahun 1945 hingga sekarang.

Dengan difasilitasi pemerintahan koloniali Hindia-Belanda, terutama setelah diberlakukannya Agrarische Wet pada tanggal 9 April 1870, perusahaan-perusahaan transnasional Amerika seperti Caltex (California Texas Oil Corporation), pada tahun 1920-an telah meneguk laba di tengah kemelaratan rakyat Indonesia di bawah penindasan kolonialisme Belanda.

Untuk itulah paska proklamasi kemerdekaan Indonesia, Amerika merestui bahkan – kendaraan dan seragam serdadu Belanda bertuliskan US Marines – invasi militer Belanda. Namun kemudian untuk menghindarkan wilayah-wilayah eksplorasi perusahaan-perusahaan transnasional Amerika terkena taktik bumi hangus dari kekuatan-kekuatan pemuda revolusioner bersenjata, Amerika memfasilitasi perundingan Indonesia-Belanda. Dan lewat Konferensi Meja Bundar di Den Haag Belanda tahun 1949, wakil Amerika Serikat, Merle Cohran, sebagai moderator, memihak Belanda dan menuntut dua hal dari Indonesia. Cohran memaksa Indonesia menanggung hutang Hindia Belanda sebesar 1,13 miliar dollar Amerika. Sekitar 70 persen dari jumlah itu adalah hutang pemerintah kolonial, yang 42 persennya merupakan biaya operasi militer dalam menghadapi revolusi pemuda Indonesia. Indonesia juga harus bersetuju semua investasi Belanda (dan pihak asing lainnya) di Indonesia akan dilindungi, tadinya Indonesia dijanjikan akan mendapat bantuan yang cukup besar dari Amerika Serikat untuk melunasi beban hutang tersebut terbukti kosong belaka ketika ternyata yang diberikan hanya 100 juta dolar Amerika dalam bentuk kredit ekspor-impor yang harus dibayar kembali. Namun, dalam dalam konteks kedaulatan nasional, konsensi paling penting yang dipaksakan Cohran adalah setengah bagian New Guinea (Irian Barat) yang secara geografis merupakan bagian Hindia-Belanda yang tidak diserahkan kepada Indonesia karena akan dibicarakan kemudian oleh Indonesia dan Belanda dalam waktu satu tahun.

2.2 Bentuk – Bentuk Pinjaman Luar Negeri
Bentuk pijaman luar negeri dapat dilihat dari dua aspek, antara lain :
1)     Sumber Dananya
            Bila dilihat dari suber dananya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi :
a)    Pinjaman Multilateral
Yaitu pinjaman yang berasaal dari badan-badan internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB).

b)    Pinjaman Bilateral
Yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik yang tergabung dalam CGI maupun antar negara secara langsung (intergovernment).

c)    Pinjaman Sindikasi
Yaitu pinjaman yang diperoleh dari beberapa bank dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) internasional. Pemberian pinjaman tersebut dikoordinir oleh satu bank/LKBB yang bertindak sebagai sindication leader. Pinjaman ini biasanya dalam jumlah besar dan bersifat komersial (commercial loan), misalnya dengan tingkat suku bunga yang mengambang (floating rate). Syarat-syarat pinjaman yang dituangkan dalam loan agreement merupakan konsensus dan kesepakatan diantara para pemberi pinjaman.

2)     Segi Persyaratannya,
Bila dilihat dari segi persyaratannya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi :
a)    Pinjaman Lunak (Concessional Loan)
Yaitu pinjaman luar negeri Pemerintah dalam rangka pembiayaan proyek-proyek pembangunan. Pinjaman lunak biasanya diperoleh dari negara-negara yang tergabung dalam kerangka CGI maupun non CGI. Pengertian dengan dana sendiri atau dana pendampingan oleh Pemerintah RI.  Fasilitas Kredit Ekspor dapat dalam bentuk Suppliers Credit atau Buyers Credit.

Ø  Buyers Credit adalah pinjaman FKE yang diterima dari bank komersial atau lembaga keuangan bukan bank luar negeri, dimana tujuan pinjaman tersebut adalah untuk pembelian barang dari negara pemberi pinjaman.
Ø  Suppliers Credit adalah adalah pinjaman FKE yang diterima Pemerintah langsung dari pemasok barang (supplier) di luar negeri kepada Pemerintah RI yang akan diberikan dalam bentuk barang untuk keperluan proyek. Dapat diartikan bahwa dalam suppliers credit ini, pihak yang menerima pinjaman adalah pihak pemasok barang.

b)    Purchase Installment Sale Agreement (PISA)
Yaitu pinjaman yang diberikan oleh perusahaan leasing untuk pembiayaan proyek pembangunan tertentu yang dituangkan dalam bentuk persetujuan jual beli dengan pembayaran angsuran. Besarnya pinjaman PISA adalah 100% dari nilai proyek.

c)    Pinjaman Komersial (Commercial Loan)
Yaitu pinjaman yang diterima dengan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan kondisi pasar uang dan pasar modal internasional. Pinjaman ini lazim pula disebut cash loan karena pinjaman diterima dalam bentuk uang tunai dan penggunaannya lebih fleksibel atau tidak mengikat. Jumlah pinjaman komersial umumnya berjumlah besar karena pemberi pinjaman berupa sindikasi yang anggotanya terdiri atas perbankan dan lembaga-lembaga keuangan internasional.

Beberapa pertimbangan bagi Pemerintah dalam menerima pinjaman komersial adalah:
Ø Mendukung penganekaregaman (diversifikasi) pinjaman atau memperluas sumber pinjaman yaitu memperoleh pinjaman dari perbankan dan lembaga keuangan bukan bank.
Ø Jumlah pinjaman relatif lebih besar dan tatacara penarikannya lebih mudah.
Ø Penggunaan dana tidak terikat pada satu proyek tertentu namun lebih flesibel, baik untuk diinvestasikan kembali, untuk membiayai proyek atau untuk memperkuat cadangan devisa.

2.3 Masalah – Masalah Yang Disebabkan Terjadinya Utang Luar Negeri
Beberapa masalah yang timbul akibat terjadinya utang luar negeri, antara lain :
1)    Banyak modal yang dibutuhkan untuk membangun sarana dan prasarana.
Pemerintah merupakan penggerak utama perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang, oleh karena itu pemerintah membutuhkan banyak modal untuk membangun berbagai prasarana dan sarana, namun kemampuan financial atau keuangan yang dimiliki pemerintah masih terbatas atau kurang, disinilah munculnya utang kepada luar negri.
2)  Pemerintah Indonesia harus menambah utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang telah jatuh tempo.
3)  Datangnya modal dari luar negeri.
Modal dari luar negeri dapat digunakan untuk mendukung program pembangunan nasional pemerintah, sehingga target pertumbuhan ekonomi nasional. Tetapi pada sisi lain, diterimanya modal asing tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah dalam jangka panjang, baik ekonomi maupun politik, bahkan pada beberapa negara-negara yang sedang berkembang menjadi beban yang seolah-olah tak terlepaskan, yang justru menyebabkan berkurangnya tingkat kesejahteraan rakyatnya.

2.4 Usaha pemerintah Saat Ini Untuk Mengatasi Utang Luar Negeri
Pemerintah sendiri terbagi menjadi dua yaitu kebijakan pemerintah dalam ekonomi makro dan dalam ekonomi mikro. Ekonomi makro menganalisis masalah tentang keseluruhan kegiatan perekonomian sedangkan ekonomi mikro menganalisis mengenai bagian – bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian.
      1)    Permasalahan Ekonomi Makro
a)  Masalah Kemiskinan dan Pemerataan
Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok yang berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia. Upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan ini melalui berbagai cara, misalnya program IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUK (Kredit Usaha Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) PKT (Program Kawasan Terpadu), GN-OTA dan program wajib belajar.

b)  Krisis Nilai Tukar
Nilai tukar rupiah yang semula dikaitkan dengan dolar AS secara tetap mulai diguncang spekulan yang menyebabkan keguncangan pada perekonomian yang juga sangat tergantung pada pinjaman luar negeri sektor swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar ini dengan melakukan intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisa yang semakin menyusut. Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali.

c)  Masalah Utang Luar Negri
Depresiasi penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar AS yang relatif tetap dari tahun ke tahun menyebabkan sebagian besar utang luar negeri tidak dilindungi dengan fasilitas lindung nilai (hedging) sehingga pada saat krisis nilai tukar terjadi dalam sekejap nilai utang tersebut membengkak. Untuk mengatasi ini, pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang luar negeri dengan pihak peminjam. Pemerintah juga menggandeng lembaga-lembaga keuangan Internasional untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

d)  Masalah Perbankan dan Kredit Macet
Banyak usaha yang macet karena meningkatnya beban utang mengakibatkan semakin banyaknya kredit yang macet sehingga beberapa bank mengalami kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas makin parah ketika sebagian masyarakat kehilangan kepercayaannya terhadap sejumlah bank sehingga terjadi penarikan dana oleh masyarakat secara besar-besaran (rush).

Oleh karena itu pemerintah memutuskan untuk menyelamatkan bank-bank yang mengalami masalah likuiditas tersebut dengan memberikan bantuan likuiditas. Namun untuk mengendalikan laju inflasi, bank sentral harus menarik kembali uang tersebut melalui operasi pasar terbuka. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suku bunga SBI.

e)  Masalah Inflasi
Masalah inflasi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas kaitannya dengan masalah krisis nilai tukar rupiah dan krisis perbankan yang selama ini terjadi.

Cara mengatasi inflasi dibedakan menjadi dua bentuk yaitu :
Ø     Kebijakan Moneter
Yaitu segala kebijakan pemerintah di bidang moneter (keuangan) yang dilakukan melalui Bank Indonesia (bank sentral) dengan cara mengatur jumlah uang yang beredar. Melalui kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dalam upaya mempertahankan kemampuan ekonomi bertumbuh, sekaligus mengendalikan inflasi.

Ø    Kebijakan Fiskal
Yaitu kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengolah / mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

f)    Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
Berkurangnya daya serap lapangan kerja berarti meningkatnya penduduk miskin dan tingkat pengangguran. Untuk menekan angka pengangguran dan kemiskinan, pemerintah melakukan pelatihan bagi tenaga kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia, pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat padat karya, pemberian informasi yang cepat mengenai lapangan kerja.

          2)    Permasalahan Ekonomi Mikro
a)     Masalah Harga Dasar dan Harga Tinggi
Pengaruh dari krisis ekonomi yang melanda saat ini adalah melambungnya harga berbagai jenis barang yang di butuhkan oleh produsen dan kosumen. Salah satu campur tangan pemerintah dalam permasalahan ini ialah kebijakan pemerintah mengenai harga dasar (floor price) dan harga tertinggi (ceiling price). Tujuan penentuan harga dasar adalah untuk membantu produsen, sedangkan harga tertinggi untuk membantu konsumen.

b)    Meningkatnya Permintaan Beras
Gagal panen akan menyebabkan berkurangnya penawaran beras sehingga harga beras akan naik. Tingginya harga beras akan menambah beban hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Untuk mengatasi pasokan beras ini, pemerintah melakukan program impor beras melalui tender terhadap beberapa perusahaan swasta nasional dan asing.

c)  Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Sehubungan dengan naiknya harga BBM, para pengusaha angkutan umum mengalami penurunan pendapatan dan mengurangi laba bagi pengusaha dan para sopir. Untuk menyesuaikan kenaikan harga BBM tersebut, beberapa pengusaha angkutan umum menaikkan tarifnya secara sepihak. Tindakan ini tentu saja akan memberatkan para konsumen pengguna jasa angkutan. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah bersama para asosiasi pengusaha angkutan melakukan penyesuaian tarif angkutan umum dengan menetapkan tarif resmi bagi para pengusaha bus kota, angkutan kota dan taksi. Besarnya tarif resmi ini tentu tidak memberatkan konsumen atau juga tidak merugikan pengusaha angkutan umum.

d)  Masalah Monopoli
Praktik monopoli akan mengakibatkan penguasaan pasar terhadap barang atau jasa tertentu yang dihasilkan oleh satu perusahaan. Perusahaan yang melakukan praktik monopoli seringkali mempermainkan dan menetapkan harga tanpa mempertimbangkan kelompok masyarakat yang memiliki usaha sejenis. Hal seperti ini akan menghancurkan para pesaing. Untuk menghindari kegiatan praktik monopoli, pemerintah membuat peraturan yang mengatur tentang kegiatan usaha agar menumbuhkan iklim usaha yang sehat bagi masyarakat, yaitu UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

e)  Masalah Distribusi
Jalur distribusi barang dan jasa yang panjang akan mengakibatkan tingkat harga barang menjadi tinggi dan mahal ketika sampai ke tangan konsumen. Untuk itu, beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah atau swasta untuk memperpendek jalur distribusi sehingga harga barang ketika sampai ke tangan konsumen tidak mahal.

2.5. Utang Luar Negeri dan Ekonomi Rakyat
Hubungan antara utang luar negri dengan ekonomi rakyat cukup erat. Utang Indonesia yang semakin membengkak dan belum dapat dibayarkan membuat bunga yang dihasilkan dari utang itu melebihi dari nilai utang yang diterima oleh pemerintah. Pemerintah mencari cara agar utang dengan luar negri dapat cepat terlunaskan, dan cara itu pun secara tidak langsung dapat membuat rakyat sengsara. Misalnya dengan menaikkan harga BBM dan harga bahan pokok. Dengan kenaikan harga-harga tersebut dapat meningkatkan jumlah kemiskinan. Kemiskinan terjadi karena masyarakat tersebut tidak mampu membeli bahan pokok yang harganya melonjak pesat.

2.6. Data Utang Luar negeri Indonesia
Data Utang Luar Negeri Indonesia (2001-2009 )
Ø 2001 :  58,791 miliar USD
Tambahan Utang (5,51 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4,24 miliar USD)
Ø 2002 :  63,763 miliar USD
Tambahan Utang (5,65 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4,57 miliar USD)
Ø 2003 :  68,914 miliar USD
Tambahan Utang (5,22  miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (4.96 miliar USD)
Ø 2004 :  68,575 miliar USD
Tambahan Utang (2,60 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,22 miliar USD)
Ø 2005 :  63,094 miliar USD
Tambahan Utang (5,54  miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,63 miliar USD)
Ø 2006 :  62,02 miliar USD
Tambahan Utang (3,66  miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,79 miliar USD)
Ø 2007 :  62,25 miliar USD
Tambahan Utang (4.01 miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (6,32 miliar USD)
Ø 2008 :  65,446 miliar USD
Tambahan Utang (3,89  miliar USD), Cicilan Utang + Bunga (5,87 miliar USD)
Ø 2009*: 65,7 miliar USD
Tambahan Utang (????), cicilan utang + bunga (>5 miliar USD)

Daftar Negara/Lembaga Kreditor Utang Luar Negeri terbesar Indonesia
Ø  Jepang
45,5% atau 29.8 miliar USD* atau Rp 358 triliun
Ø  ADB (Asian Development Bank)
16,4% atau 10.8 miliar USD atau Rp 129 triliun
Ø  World Bank (Bank Dunia)
13.6% atau 8.9 miliar USD atau Rp 107 triliun
Ø  Jerman
4.7% atau 3.1 miliar USD atau Rp 37 triliun
Ø  Amerika Serikat
3.7% atau 2.3 miliar USD atau Rp 28 triliun
Ø  Inggris
1.7% atau 1.1 miliar USD atau Rp 13 triliun
Ø  Negara/lembaga lain
14.6% atau 9.6 miliar USD atau Rp 115 triliun
* 1 USD = Rp 12.000 (asumsi rata-rata) -






BAB III
PENUTUP

Solusi yang dapat dijalankan untuk mengatasi utang luar negeri
1) Meningkatkan daya beli masyarakat yakni melalui pemberdayaan ekonomi pedesaan dan pemeberian modal usaha kecil seluasnya
2)   Taat membayar pajak dan digunakan untuk hal yang semestinya
3)   Menggunakan biaya seminim mungkin
4)   Konsep bangunan yang tidak berlebihan
5)   Bangga akan produk dalam negri sehingga minat pembeli tinggi
6) Mengembangkan sumber daya berkualitas dan menempatkan kesejahteraan yang berkeadilan dan merata.
  




DAFTAR PUSTAKA



Kelas : 2KA24
Anggota Kelompok :
HOLISA MADAH IRMA DANI (13110327)
NURUL HUMAIRA (15110216)
RESHA PUTRI IRNIA (15110763)
SEPTI ARNITA (16110450)
SYIFAH PAUJIAH (16110806)

Posting Komentar