Tugas III ISD
Jumat, 24 Desember 2010 by Septi Arnita in

    Perbandingan antara poligami dan monogami terhadap perkembangan anak  



      Monogami 

Kata monogami berhasil dari bahasa Yunani monos, yang berarti satu atau sendiri, dan gamos, yang berarti pernikahan. Jadi monogami merupakan kondisi dimana satu individu hanya memiliki satu pasangan dalam menjalin hubungan (keluarga).

Seorang anak yang berkembang di keluarga monogami akan stabil perkembangannya. Segala aspek-aspek yang dibutuhkan dalam perkembangannya dapat dipenuhi. Selain itu perhatian orang tua akan sepenuhnya tertuju pada perkembangan individualisasi anak. Kasih sayang yang diberikan pun cukup untuk menjadikan si anak berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan. Perkembangan anak dari keluarga monogami cenderung berjalan normal sehingga anak tersebut mudah diatur dan diarahkan oleh orang tuanya.

Poligami
Kondisi dimana seseorang memiliki lebih dari satu pasangan dalam berkeluarga. Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan bentuk yang paling umum terjadi.

Adapun dampak yang terjadi terhadap perkembangan seorang anak dalam keluarga poligami, antara lain :

  1. Anak merasa kurang disayang
        Seorang anak dari keluarga yang tadinya harmonis tentunya akan merasakan perbedaan saat sang ayah melakukan poligami. Perbedaan ini berasal dari kurangnya waktu berkumpul bersama dengan kedua orang tuanya. Waktu dan kasih sayang yang biasanya ia dapatkan sepenuhnya, akan terbagi dengan keluarga lain (istri dan anak lain dari ayahnya).
       
        Anak tersebut akan merasa kurang diperhatikan dan kurang kasih sayang dari sang ayah. Kondisi ini akan membuat kebutuhan batin si anak tidak terpenuhi. Kasih sayang dari sang ibu pun belum tentu dapat menutupi kebutuhan yang tidak terpenuhi tersebut. Apalagi, sang ibu yang telah disakiti oleh suaminya, tentu akan membuat mentalnya down, sehingga perhatiannya untuk anak juga tidak maksimal. Hal ini dapat membuat anak tumbuh dan berkembang dengan bebas. Perkembangan anak tidak akan terkendali dan akan membuat mental serta moralnya merosot. Di saat-saat seperti ini, tidak jarang anak akan terpengaruh ke dalam pergaulan yang salah dan melakukan hal-hal yang tidak wajar.

  1. Tertanamnya kebencian pada diri anak
Perasaan tersakiti akan muncul ketika cinta dan kasih sayang yang telah ia dan ibunya berikan telah “dinodai” oleh ayah yang berpoligami. Hal ini akan menimbulkan rasa kebencian tersendiri bagi si anak oleh ayahnya. Disamping itu, ayah yang berpoligami tidaklah jarang bertindak tidak adil dan cenderung lebih memilih istri mudanya. Kondisi ini tentulah membuat situasi mental anak tidak stabil hingga rasa benci terhadap sang ayah menjadi semakin besar.

  1. Tumbuhnya ketidakpercayaan pada diri anak
      Rasa tidak percaya terhadap orang tua maupun keluarga, akan berdampak pada ketidakpercayaan terhadap diri sendiri. Akan timbul sikap minder pada lingkungan luar karena ia melihat bahwa keluarganya berbeda (tidak harmonis seperti keluarga lain).

  1. Timbulnya traumatik bagi anak.
      Dampak dari poligami tentunya akan dirasakan oleh seorang anak. Ketidak harmonisan tentu akan memicu terjadinya pertengkaran diantara orang tua. Pertengkaran ini akan menimbulkan trauma tersendiri bagi sang anak. Anak akan merasa takut saat mendengar ataupun melihat kedua orang tuanya bertengkar. Selain itu, dampak yang dirasakan khusunya untuk anak perempuan yaitu trauma terhadap pernikahan dengan laki-laki. Akan timbul rasa takut dengan laki-laki sehingga perkembangan anak menjadi terhambat.


Anak dari keluarga monogami cenderung lebih stabil. Pendidikan serta pergaulannya pun terkontrol dengan baik oleh orang tua. Hal ini disebabkan karena waktu yang diberikan oleh orang tua terbilang baik. Sehingga terdapat banyak waktu untuk berkomunikasi antara orang tua dengan anak. Sedangkan anak dari keluarga poligami cenderung lebih memendam sendiri segala apa yang ia rasakan. Tak adanya tempat berkomunikasi dan mencurahkan isi hati membuatnya labil dan tidak jarang memilih pergaulan menjadi pelampiasannya. Sedangkan sang ibu, telah sibuk dengan urusan hati yang telah disakiti oleh suaminya, yang belum tentu ia dapat mendengarkan segala keluhan dari sang anak.



 Sumber : 


Nama : Septi Arnita
Kelas : 1KA30
NPM  : 16110450