Sumber :
Nama : Septi Arnita
Npm : 16110450
Kelas : 4KA24
Perbedaan Cyber
Law, Computer Crime Act, dan Council of Europe Convention on Cybercrime
1.
Cyber
Law
Merupakan
seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu Negara tertentu dan peraturan yang
dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat Negara tertentu.
2.
Computer
Crime Act (CCA)
Merupakan
undang-undang penyalahgunaan informasi teknologi di Malaysia.
3.
Council
of Europe Convention on Cybercrime
Merupakan
organisasi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia
internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada di
seluruh dunia.
Pengertian Cyber Law
Cyberlaw adalah
hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang biasanya dikenal dengan
sebutan Internet. Cyberlaw dibutuhkan untuk mengatur segala tindakan maupun perbuatan
yang dilakukan oleh pengguna internet agar tidak mengganggu kebebasan pengguna
internet lainnya.
Meskipun tindakan
yang dilakukan dalam dunia cyber bersifat virtual, namun tindakan atau
perbuatan hukum yang dilakukan bersifat nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan
virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Maka dari itu, cyberlaw bukan hanya diperlukan tetapi dibutuhkan dan sudah
seharusnya diterapkan sebagai dasar atau pondasi bagi para pengguna dunia cyber
atau internet dalam melakukan kegiatan atau tindakan atau perbuatan di dunia
cyber itu sendiri.
Ruang
Lingkup Cyber Law
Menurut Jonathan
Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber
law, antara lain :
1.
Hak Cipta (Copy Right)
2.
Hak Merk (Trademark)
3.
Pencemaran nama baik (Defamation)
4.
Hate Speech
5.
Hacking, Viruses, Illegal Access
6.
Regulation Internet Resource
7.
Privacy
8.
Duty Care
9.
Criminal Liability
10. Procedural
Issues (Jurisdiction, Investigation, Evidence, etc)
11. Electronic
Contract
12. Pornography
13. Robbery
14. Consumer
Protection
15. E-Commerce,
E- Government
Topik-Topik
Cyber Law
Terdapat lima topic
yang secara garis besar digunakan di berbagai negara, yaitu :
1.
Information Security
Menyangkut
masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang
mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan
keabsahan tanda tangan elektronik.
2.
On-line Transaction
Meliputi
penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
3.
Right in Electronic Information
Mengenai
hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
4.
Regulation Information Content
Sejauh
mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
5.
Regulation On-line Contact
Tata
karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan,
retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
Asas-Asas
Cyber Law
Dalam kaitannya
dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan,
yaitu :
1.
Subjective Territoriality
Menekankan
bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan
penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
2.
Objective Territoriality
Menyatakan
bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi
dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
3.
Nationality
Menentukan
bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan
kewarganegaraan pelaku.
4.
Passive Nationality
Menekankan
jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
5.
Protective Principle
Menyatakan
berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan
negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan
apabila korban adalah negara atau pemerintah,
6.
Universality
Asas
ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum
kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest
jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak
untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian
diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.
Tujuan
Cyber Law
Cyberlaw sangat
dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan
tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum
terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk
kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
Perbandingan Cyber Law di
Berbagai Negara
1.
Indonesia
Undang-undang
yang mengatur tentang kegiatan dalam dunia maya di Indonesia bernama
Undang-Undang ITE. Secara umum, bisa disimpulkan bahwa UU ITE boleh disebut
sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia
maya. Secara garis besar UU ITE dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.
Tanda tangan elektronik memiliki
kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional (tinta basah dan bermaterai).
Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital
lintas batas)
b.
Alat bukti elektronik diakui seperti
alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP
c. UU ITE berlaku untuk setiap orang
yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di
luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
d.
Pengaturan Nama domain dan Hak
Kekayaan Intelektual
e.
Perbuatan yang dilarang (cybercrime)
dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37) :
§ Pasal
27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
§ Pasal
28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
§ Pasal
29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
§ Pasal
30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
§ Pasal
31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
§ Pasal
32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
§ Pasal
33 (Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja )
§ Pasal
35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik)
2.
Singapore
Singapore
memiliki cyberlaw yaitu The Electronic Act (Akta Elektronik) 1998, Electronic
Communication Privacy Act (Akta Privasi Komunikasi Elektronik) 1996.
The
Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan
kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik
di Singapore yang memungkinkan bagi Menteri Komunikasi Informasi dan Kesenian
untuk membuat peraturan mengenai perijinan dan peraturan otoritas sertifikasi
di Singapura.
UU
ini dibuat dengan tujuan :
a. Memudahkan komunikasi elektronik
atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
b. Memudahkan perdagangan elektronik,
yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas
penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan
dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan
menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
c. Memudahkan penyimpanan secara
elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
d. Meminimalkan timbulnya arsip alektronik
yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip,
dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dan lain-lain.
e. Membantu menuju keseragaman aturan,
peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik.
f. Mempromosikan kepercayaan,
integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan
untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik
melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan
integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Isi
The Electronic Transactions Act mencakup hal-hal berikut :
a.
Kontrak Elektronik
Didasarkan pada
hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk
memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
b. Kewajiban
Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai
potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk
melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa,
menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa
jaringan tersebut. PemerintahSingapore merasa perlu untuk mewaspadai hal
tersebut.
c. Tandatangan
dan Arsip Elektronik
Hukum memerlukan arsip/bukti
arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan
dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
3.
Vietnam
Cyber
crime, penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam sudah
ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan
konsumen privasi, spam, muatan online, digital copyright dan online dispute
resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada
rancangannya.
Di
negara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya, hal ini
dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber, padahal
masalah seperti spam, perlindungan konsumen, privasi, muatan online, digital
copyright dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin
merasa dirugikan.
4.
Thailand
Cybercrime
dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya, walaupun
yang sudah ditetapkannya hanya dua, sedangkan yang lainnya seperti privasi,s pam,
digital copyright dan ODR sudah dalam tahap rancangan.
5.
Amerika
Serikat
Cyber
Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal
dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari
beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh
National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak
itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah
mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk
membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti
retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga
mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak.
UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
§ Pasal
5 :
Mengatur penggunaan dokumen
elektronik dan tanda tangan elektronik
§ Pasal
7 :
Memberikan pengakuan legal untuk
dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
§ Pasal
8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang
disajikan untuk semua pihak.
§ Pasal
9 :
Membahas atribusi dan pengaruh
dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
§ Pasal
10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika
perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data
antara pihak yang bertransaksi.
§ Pasal
11 :
Memungkinkan notaris publik dan
pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara
efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
§ Pasal
12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi
dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
§ Pasal
13 :
“Dalam penindakan, bukti dari
dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk
elektronik”
§ Pasal
14 :
Mengatur mengenai transaksi
otomatis.
§ Pasal
15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat
pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
§ Pasal
16 :
Mengatur mengenai dokumen yang
dipindahtangankan.
Undang-Undang
Lainnya :
§ Electronic
Signatures in Global and National Commerce Act
§
Uniform Computer Information Transaction
Act
§
Government Paperwork Elimination Act
§
Electronic Communication Privacy Act
§
Privacy Protection Act
§
Fair Credit Reporting Act
§
Right to Financial Privacy Act
§
Computer Fraud and Abuse Act
§
Anti-cyber squatting consumer
protection Act
§
Child online protection Act
§
Children’s online privacy protection
Act
§
Economic espionage Act
§ “No
Electronic Theft” Act
Undang-Undang
Khusus :
§ Computer
Fraud and Abuse Act (CFAA)
§ Credit
Card Fraud Act
§ Electronic
Communication Privacy Act (ECPA)
§ Digital
Perfomance Right in Sound Recording Act
§ Ellectronic
Fund Transfer Act
§ Uniform
Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
§ Federal
Cable Communication Policy
§ Video
Privacy Protection Act
Undang-Undang
Sisipan :
§ Arms
Export Control Act
§ Copyright
Act, 1909, 1976
§ Code
of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
§ Privacy
Act of 1974
§ Statute
of Frauds
§ Federal
Trade Commision Act
§ Uniform
Deceptive Trade Practices Act
Computer Crime Act (Malaysia)
Malaysia adalah
salah satu negara yang cukup fokus pada dunia cyber, terbukti Malaysia memiliki
Computer Crime Act (Akta Kejahatan Komputer) 1997, Communication and Multimedia
Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998, dan Digital Signature Act (Akta Tandatangan
Digital) 1997.
Digital Signature
Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia.
Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk
menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam
hukum dan transaksi bisnis.
Computer Crimes Act
1997 menyediakan penegakan hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang
tidak sah dan penggunaan komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman
untuk pelanggaran yang berbeda komitmen.
Para Cyberlaw
berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini
praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari
lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti
konferensi video.
Dan Communication
and Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 yang mengatur
konvergensi komunikasi dan industri multimedia dan untuk mendukung kebijakan
nasional ditetapkan untuk tujuan komunikasi dan multimedia industri.
Communication and
Multimedia Act (Akta Komunikasi dan Multimedia) 1998 kemudian disahkan oleh
parlemen untuk membentuk Malaysia Komisi Komunikasi dan Multimedia yang
merupakan peraturan dan badan pengawas untuk mengawasi pembangunan dan hal-hal
terkait dengan komunikasi dan industri multimedia.
Secara umum
Computer Crime Act, mengatur mengenai:
1.
Mengakses material komputer tanpa
ijin
2.
Menggunakan komputer untuk fungsi
yang lain
3.
Memasuki program rahasia orang lain
melalui komputernya
4.
Mengubah / menghapus program atau
data orang lain
5.
Menyalahgunakan program / data orang
lain demi kepentingan pribadi
Council of Europe Convention on
Cybercrime (COECCC)
Merupakan salah
satu contoh organisasi internasional yang bertujuan untuk melindungi masyarakat
dari kejahatan di dunia maya, dengan mengadopsikan aturan yang tepat dan untuk
meningkatkan kerja sama internasional dalam mewujudkan hal ini.
COECCC telah
diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria.
Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam
European Treaty Series dengan nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara
efektif setelah diratifikasi oleh minimal lima Negara, termasuk paling tidak
ratifikasi yang dilakukan oleh tiga Negara anggota Council of Europe. Substansi
konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan criminal
yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cybercrime, baik melalui
undang-undang maupun kerja sama internasional.
Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain
sebagai berikut :
1. Bahwa masyarakat internasional
menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi
kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah
dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
2. Konvensi saat ini diperlukan untuk
meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan
kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses
penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui
suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
3. Saat ini sudah semakin nyata adanya
kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum
dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan
Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak
Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti
hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan
menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah
disepakati oleh masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses
oleh Negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk diajdikan norma dan
instrument Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa
mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan
kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.